Kamis, 22 Januari 2009

About Nishikigoi

Tentang Koi
Ragam Warna Koi
Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa koi se-bagai buah karya bangsa Jepang tidak muncul begitu saja. Keberadaannya melewati proses panjang. Pada awalnya para peternak menghasilkan koi yang hanya mempunyai satu macam warna, yang hitam disebut karasugoi dan sumigoi, putih (shiromuji), kuning (kigoi), merah (benigoi, higoi, akagoi), keemasan (kingoi), dan putih keperakan (gingoi). Dari koi warna polos inilah lantas muncul koi dengan dua warna; koi dengan tiga warna, dan koi ’orak-arik’ dengan berbagai warna atau populer dengan multi warna.
Koi dengan dua warna yang cukup digemari misalnya saja Kohaku yaitu koi yang mempunyai badan berwarna dasar putih dengan bercak merah di atas warna dasarnya. Bercak warna merah ini bisa bervariasi Jetaknya. Namun pesona yang ditimbul-kannya lebih menonjol dibandingkan koi yang hanya mempunyai satu warna. Koi dua warna lainnya yang cukup diminati misalnya saja Shiro bekko yaitu koi yang dasarnya putih dengan belang berwarna hitam. Kemudian Shiro utsuri, yang merupakan kebalikan dari Shiro bekko, karena dasar badan-nya berwarna hitam dengan belang berwarna putih. Koi Hi utsuri mempunyai badan berwarna dasar hitam dengan belang berwarna merah, merupakan kebalikan dari Aka bekko yang mempunyai badan berwarna dasar merah dengan belang berwarna hitam.
Selain koi dengan dua warna, koi dengan tiga warna pun banyak digandrungi. Adapun yang ba-nyak dilirik para hobiis di antaranya Taisho-sanke. Taisho-sanke mempunyai perpaduan yang khas, karena badannya yang berwarna dasar putih dihiasi dengan bercak-bercak berwarna merah dan hitam yang sangat kontras. Sebaliknya Showa-sanke pun banyak juga peminatnya karena warna dasar badannya yang hitam itu sungguh indah ketika warna putih dan merah turut melumuri sekujur badannya, sehingga lengkaplah sebagai koi tiga warna yang menghiasi kolam taman kita.
Contoh dari koi multi warna misalnya Goshiki yang mempunyai lima unsur warna yang sangat me-mikat. Selain koi yang sudah disebutkan di atas, ada juga yang digandrungi, misalnya Aka hijiro yang hanya siripnya saja berwarna putih sedangkan sekujur badannya berwarna merah darah. Kemudian ada lagi Ogon yang warnanya kuning keemasan, Hi-showa yang warna dasarnya hitam dengan kombi-nasi warna merah yang sangat kontras dan dileng-kapi dengan beberapa bagian yang berwarna putih. Ada juga koi yang warna punggungnya biru, tapi perutnya berwarna merah yang dikenal secara populer dengan nama Asagi. Ada juga yang mirip Asagi, tapi perutnya tidak bersisik, hanya bagian punggung saja yang bersisik.
Konon ada jenis Kohaku (warna dasar putih dengan bercak merah) yang sangat terkenal, karena kombinasi warnanya yang unik. Koi yang populer sebagai Tancho-kohaku mempunyai bercak lebar berwarna merah hanya pada kepalanya, sedangkan sekujur badannya berwarna putih. Tentu saja ini unik dan menarik minat hobiis sehingga harganya mahal. karena kombinasi warna ini sangat miripatau mengingatkan kita pada bendera Dai-Nippon. Ada juga yang agak mirip dengan itu, tapi pada punggungnya terdapat bintik-bintik hitam, yang di-kenal dengan nama Tancho-sanke.
Bagaimana dengan koi lokal kita? Agaknya koi lokal kita tidak kalah beragamnya dibandingkan dengan ragam warna koi jepang. Hanya saja meng-harapkan koi lokal semenarik koi jepang memang butuh waktu yang masih lama. Standar penilaian koi jepang rasanya memang masih jauh Jika hendak dipakai untuk menilai koi lokal. Namun demikian kita Jangan berkecil hati dengan warna-warni koi lokal yang belum "sepekat" koi jepang, karena ada beberapa keunggulan koi lokal yang patut dibangga-kan. Koi lokal dengan segala keterbatasannya masih pantas dipajang di kolam taman, asalkan bentuk badannya sehat, bulat penampang depannya, dan tidak cacat fisiknya. Kita boleh berharap bahwa koi yang asli Indonesia ini lebih akrab dengan ling-kungan hidup alamnya, entah itu airnya atau kan-dungan bahan organik. Yang jelas kita tidak perlu khawatir dengan luntumya warna koi seperti yang sering menjadi momok bagi pemilik koi impor. Koi lokal relatif mau menerima berbagai jenis makanan selain pellet, sekali lagi, tanpa efek sampingan, yang jelas "tabu" bagi koi impor.

Organ Tubuh Koi
Mengetahui kendati serba sedikit organ tubuh koi, sangat penting bagi kita. Terlebih Jika kita hendak mengobati ikan dan mencari sebab-sebab serangan penyakit.
Seperti telah sedikit dijelaskan di atas, koi tidak mempunyai gigi pada rahangnya, melainkan gigi-gigi pharynk untuk menghancurkan makanan yang di-santapnya.
Di dalam air koi mampu mengenali makanan-nya dan bahkan mencarinya di antara lumpur dan kotoran, dikarenakan koi memiliki organ pencium yang sangat tajam. Organ pencium ini berupa 2 pasang kumis yang menghiasi mulutnya, yang juga sering disebut sebagai sungut. Sungut atau kumis ini begitu sensitif, dikarenakan bagian luarnya ter-diri dari sel-sel yang sangat sensitif.
Mulut koi lumayan besar dan uniknya dapat di-sembulkan. Letaknya di ujung moncong (terminal). Air bersama-sama makanan masuk melewati rongga mulut. Makanan yang kecil langsung ditelannya, dan air keluar lewat lubang insang setelah sebelumnya oleh keping-keping insang oksigen dalam air di-serap. Makanan masuk ke dalam kerongkongan yang sangat lebar, tapi pendek. Dari kerongkongan makanan dibawa langsung ke usus yang panjangnya sekitar 5 kali panjang tubuh.
Di dalam tubuh koi juga terdapat gelembung renang yang berguna bagi koi untuk mengatur keseimbangan tubuhnya di dalam air. Oleh karenanya sering maskoki yang terganggu gelembung renang-nya akan bergerak tidak normal. Karena letak gelembung renang ini di dekat usus, tentu saja makanan yang bisa mengembang dengan mudah dan me-nyebabkan usus penuh akan menggencet gelembung renang ini.
Di depan sirip anus terdapat lubang anus yang mempunyai berbagai fungsi. Pada lubang anus ini se-sungguhnya terdapat juga lubang peranakan yang berhubungan dengan gonade yang menghasilkan sperma pada jantan dan sel telur pada betina. Selain itu ada juga lubang kencing dan lubang kotoran. Mengingat 3 saluran dalam satu lubang - yang tentu saja satu sama lain sangat berdekatan - bisa diduga apabila ada ketidakberesan pada sebuah organ akan menyebabkan organ yang lain terganggu. Misalnya saja kotoran yang banyak mengandung serat dan rendah kandungan airnya akan susahkeluar. Keada-an ini akan berpengaruh pada induk-induk yang sedang dikawinkan.

Fisiologi Koi
Setelah mengetahui bentuk morfologi koi, akan lebih lengkap Jika kita pun mengetahui bentuk fisiologinya. Koi merupakan hewan yang hidup di daerah beriklim sedang dan hidup pada perairan tawar. Mereka bisa hidup pada temperatur 8°C - 30°C. Oleh karenanya tidak heran bila koi bisa dipe-lihara di seluruh wilayah Indonesia tanpa kecuali, mulai dari pantai hingga daerah pegunungan. Hanya saja seperti halnya ikan hias umumnya, koi tidak tahan Jika mengalami goncangan suhu yang drastis. Penurunan suhu hingga 5°C dalam tempo singkat sudah menyebabkan kelabakan. Jika tubuhnya diselimuti dengan lapisan berwarna putih, itu me-nandakan koi sakit. Jika suhu air turun hingga 7°C, biasanya koi akan beristirahat di dasar kolam, statis. Kadang-kadang koi masih bisa bertahan hidup pada suhu 2-3°C, tapi kebekuan air umumnya akan menyebabkan mereka menemui ajal, kecuali Jika dalam kolam tersebut dipasang alat sirkulasi yang mencegah terjadinya kebekuan.
Koi aslinya merupakan ikan air tawar, tapi masih bertahan hidup pada air yang agak asin. Sekitar 10 permil (10 /oo) kandungan garam dalam air masih bisa dipakai untuk hidup koi.
Makanan utama anak koi pertama kali adalah udang-udang renik seperti Daphnia. Sejalan dengan pertumbuhan badannya mereka lantas bisa mema-kan serangga air, jentik-jentik nyamuk, atau lumut-lumut yang menempel pada tanaman. Sebagai hewan yang tergolong omnivora, koi memakan segala seperti manusia. Mereka akan memburu sepotong makanan atau mengaduk-aduk lumpur untuk men-dapatkan makanan yang dibutuhkan. Karena tidak adanya gigi pada rahangnya, koi menyantap ma-kanannya dengan gigi-gigi pharynk yang ada di rong-ga mulutnya.
Jantan koi akan matang kelamin ketika umur-nya mencapai 2 tahun, sedangkan betina setahun lebih lambat yaitu ketika berumur 3 tahun. Mereka akan memijah setahun sekali. Musim kawinnya pada bulan April hingga Juni. Berbeda dengan daerah yang mengalami empat musim, seperti Jepang, di-kabarkan koi kawin setahun sekali. Di Indonesia yang hanya terdiri dari dua musim, koi bisa berpijah sepanjang tahun.
Di kolam pemijahan mereka akan kawin pada jam 16.00 hingga pagi hari. Mereka akan meletak-kan telur-telurnya pada akar tanaman atau kakab-an. Frekuensi pemijahan dikabarkan sebulan sekali. Pembuahan terjadi di luar tubuh induk betina. Induk betina akan mengeluarkan telurnya ketika dikejar induk jantan, dan secepat itu pula induk jantan akan mengeluarkan sperma di atas telur-telur tersebut. Telur bersifat menempel dan bulat bentuk-nya. Ukuran dan banyaknya telur tergantung dari induknya. Diameter telur berkisar antara 2,1—2,6 milimeter. Ketika pertama kali keluar, telur ber-warna kuning cerah. Namun kemudian, warnanya berubah menjadi bening. Sekali memijah, seekor betina bisa menghasilkan telur 200.000-400.000 butir.
Suhu air mempengaruhi cepat lambatnya pene-tasan telur. Semakin tinggi suhunya akan semakin cepat telur menetas. Jika suhu air terlalu dingin biasanya telur tidak menetas, atau karena terlalu lama telur bisa terserang jamur. Pada suhu sekitar 25°C telur akan menetas dalam tempo 48—60 jam, sedangkan pada suhu 20 C telur baru akan menetas setelah 4 hari.
Pertumbuhan badan koi tergantung kepada suhu air, makanan, dan jenis kelamin. Tidak ada binatang lain yang mempunyai pertumbuhan yang tidak teratur (seragam) seperti halnya koi. Hanya dalam tempo lA tahun koi tumbuh sangat cepat menjadi 10 kali sama panjangnya dan seribu kali sama beratnya dengan pertambahan berat orang yang paling lambat sekalipun. Di bawah ini tersedia tabel pemantauan pertumbuhan koi, berat dan
pan-jang badannya sejalan dengan umurnya.
Umumnya jantan koi tumbuh langsing, sedangkan betina membulat bentuk badannya. Sampai umur 2 tahun jantan tumbuh lebih pesat dibanding-kan betina. Namun setelah itu Sebaliknya, betina tumbuh lebih pesat daripada pasangannya. Koi bisa mencapai umur yang panjang, sekitar 70 tahun dan bisa dijadikan teman sepanjang hayat.
Berbagai koi bisa saja unik seperti halnya ikan maskoki. Seperti pernah diberitakan di Jepang, ada koi yang sirip-siripnya panjang yang kabarnya merupakan kawinan antara ikan mas biasa dan koi. Ada koi yang cacat bawaan, misalnya saja sirip pung-gungnya tumbuh di sebelah (tidak sejajar dan lurus di punggung). Ada juga koi yang sirip ekornya ber-cabang tiga seperti maskoki. Ada juga yang bentuk-nya mirip maskoki betulan, hanya saja ukurannya lebih besar.
Seperti telah dijelaskan di atas, warna koi di-pengaruhi atau tergantung dari sel-sel warna. Namun begitu, ada semacam makanan yang mengandung karotin yang bisa merangsang pertumbuhan warna. Tentunya makanan ini tidak langsung membuat warna koi tumbuh tiba-tiba. Jika makanan demikian yang diharapkan, hingga sekarang belum ditemukan.

Morfologi Koi
Sebagai "bentuk lain" dari ikan mas, pada da-sarnya hampir seluruh organ tubuh koi sama dengan ikan mas lauk tersebut. Hanya ada beberapa perbe-daan pokok seperti bentuk tubuh ideal, warna ideal, dan beberapa hal yang sifatnya sangat khusus.
Koi mempunyai badan yang berbentuk seperti torpedo dengan perangkat gerak berupa sirip. Ada-pun sirip-sirip yang melengkapi bentuk morfologi koi adalah sebuah sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, sebuah sirip anus, dan sebuali sirip ekor. Sirip-sirip tersebut sangat penting bagi inereka untuk berpindah tempat. Ibarat manu-sia, ikan pun mempunyai kaki dan tangan. Sirip dada bisa diibaratkan sebagai tangan, sedangkan sirip perut sebagai kaki. Hanya bedanya dengan manusia, tangan dan kaki tidak baka) tumbuh lagi ketika patah (Jika tidak disambung), sirip-sirip pada ikan koi umumnya akan tumbuh Jika patah atau di-potong.
Untuk bisa berfungsi sebagai alat bergerak, sirip ini terdiri atas jari-jari keras, jari-jari lunak, dan selaput sirip. Yang dimaksud dengan jari-jari keras adalah jari-jari sirip yang kaku dan patah jika di-bengkokkan. Sebaliknya jari-jari lunak akan lentur dan tidak patah jika dibengkokkan, dan letaknya selalu di belakang jari-jari keras. Selaput sirip merupakan "sayap" yang memungkinkan koi mempunyai tenaga dorong yang lebih kuat apabila bere-nang. Selaput inilah yang sering dibabat habis para-sit dan penyakit sehingga sirip koi tampak seperti sisir/sikat. Sirip dada dan sirip ekor hanya mempunyai jari-jari lunak. Sirip punggung mempunyai 3 jari-jari keras dan 20 jari-jari lunak, sirip perut hanya terdiri dari jari-jari lunak, sebanyak 9 buah, sirip anus mempunyai 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak.
Selain sirip sebagai sarana penggerak, koi juga mempunyai indera penciuman. Indera pencium ini berupa sepasang sungut (kumis) pada sebelah atas mulutnya, yang berguna untuk mencium makanan pada dasar kolam yang berlumpur. Dengan indera penciumnya ini, mereka mampu mendapatkan makanan dengan memisahkannya dari lumpur yang menutupi makanan tersebut. Kumis. ini pula yang membedakannya dengan ikan maskoki, yang cikal bakalnya sangat mirip dengan mereka.
Pada sisi badannya, dari pertengahan kepala hingga batang ekor, terdapat gurat sisi (Linea lateralis) yang berguna untuk merasakan getaran suara. Garis ini terbentuk dari urat-urat yang ada di sebelah dalam sisik yang membayang hingga ke sebelah luar.
Badan koi tertutup selaput yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama terletak di luar, dikenal sebagai lapisan epidermis, sedang lapisan dalam di-sebut endodermis. Epidermis terdiri dari sel-sel getah dan yang menghasilkan lendir (mucus) pada permukaan badan ikan. Cairan ini melindungi per-mukaan badan atau menahan parasit yang menye-rang koi. Berbeda dengan lapisan epidermis, lapisan endodermis terdiri atas serat-serat yang penuh dengan sel. Pangkal sisik dan urat-urat darah terdapat pada daerah ini. Di dalam lapisan ini juga terdapat sel warna yang sangat diperlukan sekali oleh koi. Sel warna ini mempunyai corak yang sangat kompleks yang dengan cara kontraksi memproduksi larutan dengan 4 macam seJ warna yang berbeda. Adapun keempat sel yang diproduksinya adaJah melano-phore (hitam), xanthophore (kuning), erythrophore (merah), dan guanophore (putih). Organ perasa dan sistem syaraf mempunyai hubungan yang erat dengan penyusutan dan penyerapan sel-sel warna. Organ ini sangat reaktif sekali dengan cahaya. Tem-patnya di antara lapisan epidermis dan urat syaraf pada jaringan lemak, dan terletak di bawah sisik.
Sisik koi mempunyai pertumbuhan yang unik. Pada sisik akan tergambar garis-garis yang bisa di-jadikan patokan untuk mengira-ngira umur koi. Kasus yang hampir sama dengan pohon jati, yang mana umurnya bisa ditentukan dengan melihat garis-garis lingkar pada batangnya. Demikian pula yang terjadi pada koi. Karena garis-garis ini begitu halusnya, maka untuk bisa memastikan yang hampir mendekafi kebenaran - diperlukan bantuan untuk melihat lebih jelas lingkaran-lingkaran yang terdapat pada sisik koi.
Untuk melihatnya, kita perlu merendam sisik tersebut dengan larutan Potasium hidroksida dengan konsentrasi 1—5% selama 24 jam. Setelah itu sisik dibersihkan dan dibasuh dengan air, dan dilihat di bawah mikroskop.

Sisi Bisnis Koi
Ikan koi sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Hanya saja waktu itu koi kalah populer di-bandingkan maskoki. Keduanya sebenarnya masih merupakan kerabat karena termasuk dalam famili Cyprinidae. Koi (Cyprinus carpioj berkumis, sedang-kan maskoki yang asli bentuknya mirip koi hanya tanpa kumis, yaitu Carassius auratus.
Meski sekarang koi sudah mulai populer, tapi tidak semua hobiis paham akan ikan cantik ini. Sebab tidak jarang mereka terkecoh dengan ikan mas lauk yang berwarna. Memang repot, karena antara ikan mas lauk dan koi kedua-duanya dari spe-sies Cyprinus carpio. Dan mungkin tidak bisa terlalu disalahkan benar apabila para hobiis (terutama pemula) menganggap bahwa koi adalah ikan mas lauk yang berwarna.
Bahkan penulis pernah melihat sendiri seorang pedagang ikan hias menawarkan seekor ikan mas lauk seberat kurang lebih 1,5 kg dengan harga seekor koi betulan, Rp 70.000,- seekor! Mungkin si pedagang hanya berspekulasi dalam usahanya. Andai si pembeli mengetahui betul tentang ikan koi, ke-jadian serupa itu tidak bakal terjadi. Kalau toh si pembeli tetap bernafsu membeli ikan mas lauk ber-warna ini, tentunya tidak perlu dengan harga se-mahal itu.
Kita harus jujur bahwa dewasa ini ada perbedaan yang mencolok antara koi impor dan koi lokal, dan kita harus menerima kenyataan itu! Adanya upaya segelintir orang untuk memanfaatkan kesempatan karena ketidakmengertian hobiis, memang patut di-sayangkan. Karena upaya yang tidak bertanggung jawab ini pada akhirnya akan menjerumuskan para pedagang sendiri. Artinya, apabila sekarang para hobiis bisa dibodohi karena tidak mengerti tentang kualitas koi, pada saat mereka nanti paham, mereka akan menolak mentah-mentah koi lokal yang jauh beda dengan koi impor. Namun, apabila sedari awal mereka sudah diberitahu bahwa koi lokal bisa dibeli dengan harga yang lebih murah dibandingkan koi impor, maka penulis yakin bahwa koi lokal bakal dapat tempat di samping koi impor yang memang sudah tidak diragukan lagi kecantikannya. Terlebih lagi apabila langkah ini diikuti dengan upaya me-ningkatkan kualitas koi lokal, maka tak syak lagi "pasar bersama" antara koi lokal dan koi impor bukanlah mimpi di siang bolong.
Lebih menyedihkan lagi, tidak jarang seseorang mengaku menjual koi lokal, yang ternyata mereka hanya mengumpulkan ikan mas biasa yang berwarna di antara sekumpulan ikan mas "buangan" yang akan digunakan untuk makanan ikan. Sebuah usaha yang cerdik ini tentu saja makin menyudutkan koi lokal atau secara telak menghantam petani yang menspesialisasikan usahanya pada pembudidayaan ikan koi.
Langkah-langkah memang masih terayun, baik mereka yang memanipulasi koi ataupun para petani yang berkutat dengan upaya meningkatkan kualitas koi. Yang jadi masalah kemudian, Jangan sampai para hobiis yang menjadi konsumen koi menjadi korban bertubi-tubi. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali membuka "kartu" selebar-lebarnya dengan segala sesuatu yang menyangkut ikan koi. Minimnya informasi tentang koi memang merupakan salah satu penunjang para oportunis memanfaatkan peluang dengan kecerdikannya. Dan minimnya informasi yang layak dipertanggungjawabkan memang men-jadi kendala dalam mengembangkan kualitas koi. Informasi yang diharapkan tentu saja yang berasal dari negara-negara penghasil koi berkualitas tinggi seperti Jepang. Hal ini pulalah yang kemudian mem-buat kecut para peminat yang berkeinginan berke-cimpung dalam bisnis koi. Alhasil, koi hanya men-jadi komoditi yang diusahakan oleh orang "itu-itu" saja.
Dengan menyajikan informasi yang selengkap mungkin, buku ini mencoba mengajak para peminat usaha koi, hobiis dan mungkin para cerdik pandai untuk turut serius memikirkan perkembangan koi di masa datang. Haruskah kita puas dengan hanya membesarkan koi impor yang memang kuahtasnya tidak diragukan lagi, ataukah kita mencoba bangkit mengembangkan koi lokal kita, atau mungkin meng-adaptasikan koi impor, dan kemudian membudi-dayakannya sebagus kualitas induknya. Semua itu hanya akan terwujud apabila kita mengerti betul apa sebenarnya yang dimaksud dengan koi, kelebihan-nya, kriteria penilaian atas dirinya dan yang lebih penting adalah membudidayakannya dan mengeta-hui jenis makanan apa yang harus diberikan untuk-
Semua caranya hampir sama, kecuali yang sudah kita sebutkan di atas yaitu penyeleksian dan pem-berian pakan. Makanan koi harus diperhatikan benar. Perhatian terhadap makanan ini bisa mem-batasi model pengusahaan koi. Sebagai misal koi kurang bagus apabila dipeJihara dalam keramba yang makanannya sulit dikontrol. Untuk koi yang se-adanya, mungkin hal ini tidaklah menjadi masalah benar, tapi untuk yang ingin mengusahakan koi se-cara serius mungkin pemeliharaan koi dalam jaring terapung lebih memberi prospek yang cerah. Dalam penyeleksian pun agak berbeda. Kalau ikan mas lauk sekedar dipilih yang bongsor, maka koi harus ditambah sekian persyaratan lagi.

Tanda Cinta sang Kaisar
Majalah Tropical Fish Hobbiest edisi September 1988, memuat tentang asal-usul kata Nishikigoi. Menurut Sejarah Cina, ketika anak laki-laki tertua dari Kong-zi lahir pada 533 SM, penguasa kerajaan Lu memberinya ikan sebagai hadiah ulang tahun. Ikan itu konon yang kita sebut koi sekarang ini. Kata koi, menurut cara penulisan Jepang, memang bisa menimbulkan dua makna yang berbeda. Makna pertama adalah ikan, sedang makna kedua adalah menjadi murni atau sempurna. Dari kedua makna ini, koi bisa diartikan sebagai ikan yang mempunyai garis rapi dan teratur pada sisik di badannya. Dengan lain perkataan, koi merupakan ikan yang benar-benar sangat menguntungkan dan sangat ideal untuk seni.
Cina ternyata mempunyai buku, yang diper-caya sebagai buku pertama dan tertua yang mengu-pas tentang koi, yang bernama Yogyokyo. Tata cara pembudidayaan koi, dan semua jenis koi dikupas dalam buku tersebut. Dalam buku tersebut diurai-kan juga tentang koi yang berwarna-warni seperti merah, biru, hitam, putih, dan kuning.
Dengan kata lain terdapat rahasia yang masih tersimpan dalam buku koi yang ditulis orang Jepang, seperti Hitachi-fudoki atau Nishonshoki.
Dalam bahasa Jepang antara carp dan love (cinta) mempunyai cara pengucapan yang sama -koi! Dalam buku Nishonshoki terdapat cerita yang menarik ten-tang kata koi ini. Ketika kaisar Kejkou pergi ke Pro-pinsi Mino pada Februari 94, ia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anak perempuan Pange-ran Yasakairihiko Otohime. Ketika mendengar ke-inginan kaisar Kejkou, sang putri menolak dan lari masuk ke dalam hutan. Namun kaisar Kejkou tidak kekurangan akal, untuk menarik perhatian pujaan hatinya, ia mengambil ikan yang baru didatangkan dari Cina yang ada di kolam penginapannya dan mengadakan jamuan makan ikan. Anehnya sang putri yang semula menolak akhirnya keluar hutan dan menemui dia. Mereka saling jatuh cinta yang dalam bahasa Jepang disebut koi. Dari cerita ini orang lantas menyebut koi untuk ikan yang dipakai sang kaisar guna memikat pujaan hatinya.
Bagaimana dengan nama Nishikigoi, adakah cerita yang menarik sebelum nama itu melekat dan dikenal untuk menyebut karper warna-warni ini? Dulu orang menyebut koi dengan nama yang ber-beda-beda, misalnya saja mayogoi (karper yang berpola bagus), hanagoi (karper kembang), echigo no kawarigoi (karper unik dari Echigo), irogoi (karper warna), dan madarigoi (karper totol). Adalah Kei-Abe, teknisi di Pusat Penelitian Perikanan Niiga-ta yang meneliti dan mengembangkan koi, memberi-nya nama ketika pertama kali taisho sanshoku di-produksi di Takezawa-mura pada tahun 1918. Pada waktu itu nama ini tidak populer di kalangan masya-rakat.
Ada dua versi yang dipercaya sebagai asal-muasal kata Nishikigoi dikenal luas. Pertama, kata ini mulai dikenal ketika seorang kapten singgah di pusat pembenihan koi setelah usai perang dunia kedua. Saking laparnya ia minta irogoi (karper warna) untuk mengisi perutnya, yang kemudian di-bingungkan dengan kata irokoi yang dalam bahasa Jepang mengandung makna nafsu seksual. Dari sini kemungkinan kata Nishikigoi mulai dikenal luas. Cerita kedua adalah ketika Francis Burgoa, kepala markas besar tentara Sekutu mengadakan peninjau-an di pusat pembenihan koi di Yamakoshi setelah perang dunia kedua. Sejak saat itu kemungkinan kata Nishikigoi mulai populer. Dan tentunya kata Nishikigoi hanya untuk menyebut ikan yang ber-warna-warni dan bukannya yang satu warna.

Koi adalah Jepang
Koi seakan identik dengan Jepang. Kepopuleran koi sebagai ikan pajangan yang mempunyai warna memikat, merupakan salah satu budaya Jepang yang sangat dijunjung tinggi seperti halnya bonsai. Jika bonsai dan maskoki dinikmati dan dikagumi ke-indahannya karena ujudnya yang mini, maka koi Sebaliknya. Dengan badannya yang kekar dan warna-warni yang memikat, koi memang mempunyai tem-pat tersendiri di hati para pencintanya.
Koi selalu dikaitkan dengan seluruh aktifitas orang Jepang. Di Hiroshima terdapat banyak sekali perkumpulan pecinta koi. Bahkan di Hiroshima juga terdapat sebuah bangunan yang mereka namakan Koi, sebuah nama yang diberikan oleh seorang kaisar yang sangat terkenal, kaisar Jingu. Ada juga sebuah kastil yang diberi nama "Rijo" yang dalam bahasa Jepangnya mengandung arti kasti) koi. Di sekeliJing kastil ini terdapat parit yang sarat dengan koi. Bahkan ada sebuah tim baseball yang dinamakan Carp (karper). Di Hiroshima juga terdapat sekelompok masyarakat yang membudidaya-kan koi, sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang Niigata. Pekerjaan ini dilakukan secara turun-temurun.
Bukan hanya itu saja, di Jepang sudah secara turun-temurun dilakukan kontes koi di banyak tempat. Kontes yang diikuti puluhan bahkan ratus-an peserta dari berbagai daerah itu menunjukkan bahwa koi sudah merupakan ikan "resmi" di Jepang, selain juga ikan-ikan hias lainnya yang sesung-guhnya merupakan ciri khas masyarakat modern. Kejelian masyarakat Jepang dalam menganalisa kele-. bihan-kelebihan ikan koi secara ilmiah memang turut andil dalam memasyarakatkan ikan ini kepada khalayak. Koi yang mempunyai badan kekar itu ter-nyata bisa hidup hingga puluhan tahun. Bahkan di Jepang berlaku nasehat, "Jika Anda menghendaki kawan setia seumur hidup, maka pehharalah koi di rumah Anda!" Menurut buku The Latest "Manual to Nishiki-goi" yang ditulis Takeo Kuroki yang terbit tahun 1981/1988 dikhabarkan bahwa koi tertua di Jepang adalah Hanako. Umurnya 226 tahun panjang 77 cm berat 9 kg. Perrieliharanya Mr. Komei Koshihora (The President of Nagoya Women’s College) yang 10 beralamat di Higoshi Shirakawa, Kamogun, Gifu, Jepang.

Budaya Abad Lampau
Menurut sejarahnya, orang Cina-lah yang per-tama kali menernakkan ikan karper, yaitu sekitar tahun 1300-an. Jika kemudian diberitakan koi mulai ngetop dan diklaim sebagai "produk" Jepang tentu ada alasannya.
Pusat pembenihan koi di Jepang terdapat di daerah pegunungan Ojiya, Niigata. Daerah ini ter-kenal sebagai penghasil karper, karena penduduk di Ojiya banyak membudidayakan karper untuk
Jauk mereka sewaktu musim panas. Pada waktu mu-sim dingin, mereka tidak mungkin lakukan karena daerah tersebut tertutup salju. Sebelum cuaca men-jadi dingin, karper tersebut akan menempati kolam-kolam di dalam rumah, dan begitu melewati musim dingin karper tersebut menjadi lauk bagi penduduk Ojiya.
Melalui suatu pembudidayaan Selama bertahun-tahun, akhirnya diperoleh strain yang berwarna merah atau biru cerah. Itulah yang menjadi titik awal yang menyemangati mereka untuk kemudian mencoba-coba menghasilkan strain-strain yang lebih indah. Akhirnya pada tahun 1870 didapatkan-lah Kohaku (merah dan putih), menyusul pada tahun 1910 Shiroutsiiri (putih dan hitam) dan Kinutsuri (kuning dan hitam), garis keturunan mulai tampak dan merupakan suatu yang tidak bisa di-pungkiri.
Tahun 1930, mulailah ditemukan karper warna dengan garis yang lain. Jika pada awal mulanya hanya satu warna, kemudian menyusul penemuan koi dua dan tiga warna. Adapun koi-koi cantik yang mulai dikenal adalah Showa Sanke (merah, putih dan hitam). Selain itu muncul juga koi dengan corak lain seperti Kinrin (sisik emas), Ginrin (sisik perak), dan Ogon (emas).
Pada tahun 1904, Jerman mengirimkan koi dengan sisik yang tidak lengkap dan bahkan yang tidak bersisik sama sekali, sebagai hadiah kepada Jepang. Mereka lantas menernakkan koi Jerman ini dengan tipe sisik standar untuk koi, dan hasilnya melengkapi keanekaragaman dasar variasi pada sisik koi. Jika koi warna-warni Jepang dikenal sebagai Nishikigoi, maka koi Jerman ini populer dengan sebutan Doitsugoi (koi jerman). Dalam bahasa Jepang, Nishiki mengandung makna kain yang berane-ka warna, sedangkan goi artinya tidak lain adalah karper. Akan halnya Nishikigoi yang akhirnya populer dengan nama koi, akan dijelaskan di bagian bawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar